Jangan Dekati Ahok Melalui Agama


Ahok memang manusia yang fenomenal, dia dikenal tidak takut dimusuhi oleh siapapun karena ketegasannya, kejujurannya dan watak anti korupsinya. Sulit mendekati Ahok dengan uang, dan sangat sulit mendekatinya melalui "Agama".

Akhir-akhir ini kita melihat Agama sangat mudah dijadikan "alat" untuk memuaskan hasrat kebencian seseorang, kita terbiasa melihat agama digunakan untuk menghakimi orang lain, agama dijadikan alat menyebar kebencian. Agama bahkan dijadikan sebagai alat pembeda, "siapa yang berbeda agama tidak bisa sama-sama ke surga", itulah yang selalu dipidatokan, meskipun yang berpidato tidak pernah ke Surga.

Karena itu, mendekati kebijakan yang dilakukan Ahok sangat mustahil lewat pandangan Agama. Pendekatan Ekonomi Politik atau Ekopol lebih tepat untuk menganalisa seorang Ahok, daripada menggunakan sentimen agama.

Jika menggunakan pendekatan Agama, kita akan terjebak oleh perbedaan agama dan cara pandangnya. Sebenarnya apa yang dituduhkan terhadap Ahok perihal menista Agama itu bukan hal baru.  Ada banyak penistaan terhadap agama yang berbeda yang selama ini terjadi, namun kita tidak reaksioner untuk meresponnya. 

Kita mendengar kitab suci agama tertentu yang diinjak dan dibakar, rumah ibadah umat Budha di Tanjung Balai ramai-ramai dibakar, makian bagi Tuhan agama lain yang berbeda, pemberangusan aliran kepercayaan. Namun semua itu bisa kita lalui dengan aman tenteram, tidak menjadi polemik nasional, tidak ada gelombang komentar dan mobilisasi massa dari elit politik dan elit pemodal untuk meresponnya.

Tapi dalam perkara Ahok, kita bahkan terang benderang melihat elit pemodal dan elit politik/penguasa bersatu padu saling bantu karena terganggu oleh 'kasar'nya Ahok. Mungkin mereka terancam jika Ahok tetap berkuasa.  Atau mungkin mereka merasa terhina untuk dipimpin oleh Ahok, yang sudahlah Tionghoa, Kristen pula.

Pakai sentimen agama memang mudah, dengan sentimen tersebut kita punya alasan Ahok sudah menghina penguasa surga, itu terlalu sederhana.  Sesederhana kita menjelaskan panjang lebar apa itu surga, padahal tidak satupun kita yang pernah kesana.

Namun jika kita menggunakan pisau analisa ekonomi politik atau "Ekopol" istilah  yang sering disebut aktivis mahasiswa, kita akan menjadi tahu pemodal/pengusaha mana yang terganggu dengan kebijakan Ahok, elit politik/penguasa mana yang terancam jika Ahok terus memimpin.

Karena itu, saat Ahok mendapat tuduhan soal penistaan Agama tempohari, elit pemodal dan elit politik ini langsung kreatif untuk menggalang kekuatan massa yang menuntut Ahok dihukum dan dipenjara. Buktinya pihak yang berwenang sempat memeriksa beberapa orang terkait aliran dana makar yang konon digunakan untuk menggalang massa demostran tersebut.

Gelombang massa yang sangat besar tersebut akhirnya terjadi, ada yang bergerak karena dorongan dana tadi, ada yang karena solidaritas, dan ada yang memang ingin berbuat sesuatu untuk masuk ke surga karena membela agama. 

Tuntutannya Ahok dipenjara, meskipun kita dengan terang melihat sebagian demonstran bahkan memperagakan cara membunuh Ahok dengan membawa poster Ahok yang berlumuran darah. Mungkin darah Ahok halal untuk diminum, bagi sebagian demonstran ini.

Melalui pandangan Ekopol, kemudian kita akan tahu isu soal Ahok ini mau dibawa kemana oleh elit politik dan elit pemodal tersebut. Jika Ahok dibebaskan, maka mereka akan menggiring opini bahwa Presiden Joko Widodo membela Ahok, namun jika Ahok dihukum atau dipenjara maka mereka akan kembali bebas berbuat "semau gue" tanpa harus diributi oleh Ahok dengan bentakan "pemahaman nenek lu" atau  umpatan "bajingan" untuk menyebut elit politik yang sering mempermainkan anggaran untuk memperkaya diri sendiri.

Bahkan dengan Ekopol kita bisa dengan mudah tahu jika Ahok bebas, gelombang massa akan termobilisasi dengan sendirinya, tanpa perlu dibayar lagi, karena sentimen agama mendapatkan tempatnya, "kita bergerak karena agama kita dinista", sentimen agama akan menyatukan semua orang yang merasa mewakili surga untuk menegakkan aturan surga, dan akhirnya gelombang massa ini akan dengan mudah menuduh Elit Nomor 1 di Republik ini melindungi Ahok. Sasarannya mudah ditebak jika menggunakan analisis Ekonomi Politik, tujuannya sebenarnya adalah "ganti Presiden" karena tidak menghukum Ahok. 

Kalau pakai sentimen agama, maka akan sulit kelihatan elit pemodal mana yang terganggu dengan kebijakan Ahok, bahkan akan sulit mengetahui ada elit pemodal yang kekayaan dan kekuasaannya sudah menggurita saat ini sedang terancam  harta dan kekuasaannya itu oleh kebijakan ekonomi politik Ahok, dan kebijakan  Presiden Joko Widodo.

Namun, karena kita lebih dekat dengan cara pandang Agama, maklumlah, teori Ekonomi Politik tidak kita dapatkan pada masa belajar apalagi di jaman Orde Baru.  Akhirnya kita berhasil dibuat hanya berdebat soal Ahok adalah penista agama atau tidak, kita lupa kelompok "kuat" yang terganggu oleh ulah Ahok dan "Pak De" Presiden Joko Widodo,  padahal kita semua tahu 'there is something always happen behind the scene'. 

Untunglah Ahok dipenjara di Mako Brimob, dan dia dengan rela menerima hukuman tersebut tanpa bersungut-sungut. Karena Ahok tahu, seandainya Ahok dibebaskan dari tuduhan menista Agama, maka sang sahabat, Presiden Joko Widodo akan menjadi repot dengan tuduhan "membela si penista", dan mungkin akan marak tagar atau kaus #gantipresidenpembelapenista.

Ahok luar biasa, dia paham sekali apa dampak dari peristiwa yang dialaminya tersebut, dia tegar, tetap dengan terhormat menjalani hukumannya, meskipun dia tahu tidak semua orang memandangnya dengan pendekatan agama.

Ditulis oleh Ranto Sibarani

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merasa Dijebak, Keturunan Marah Halim Harahap, marah dan lakukan Perlawanan Hukum

Kuasa Hukum Pertanyakan Motif Direktur PT KIM Penjarakan Toga Damanik

Disangsikan Bunuh Diri, Kepolisian Diminta Selidiki Penyebab Kematian Elviana