Merasa Dijebak, Keturunan Marah Halim Harahap, marah dan lakukan Perlawanan Hukum
Medan, Keturunan mantan Gubernur Sumatera Utara
periode 1967-1978 Marah Halim Harahap, yaitu HAJI FAISAL
AMRI POHAN dan MUHAMMAD
AKBAR SIREGAR merasa dijebak oleh rekannya dalam hal jual beli tanah yang terletak di
Kesawan, Medan Barat.
Perkara yang sudah masuk dalam tahapan
pemeriksaan di Pengadilan Negeri Medan tersebut sebagaimana
yang diuraikan oleh Jaksa Penuntut Umum di dalam Surat
Dakwaan menyatakan bahwa mereka didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana
diatur dan diancam pidana berdasarkan ketentuan Pasal 378 KUHP jo pasal 55
ayat 1 KUHP atau Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 266
ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Menurut HAJI FAISAL AMRI POHAN dan MUHAMMAD AKBAR SIREGAR, bahwa
dakwaan tersebut sangat dipaksakan, karena yang menjadi pokok permasalahan antara mereka dengan SUHENDRA adalah terkait Perjanjian
Kesepakatan Tentang Jual Beli-Tanah dengan Perjanjian Nomor: 01 yang dibuat pada tanggal 15 Agustus 2017 dihadapan Notaris
DIAN HENDRINA RISMAULI SITOMPUL, S.H.
“Masalah ini sebenarnya adalah masalah
perdata, yaitu perjanjian antara kami dengan Suhendra, yang sebenarnya bisa
kami selesaikan secara kekeluargaan dan sesuai dengan perjanjian, namun malah
dipaksa ke ranah Pidana, mungkin maksudnya agar kami menjual tanah tersebut
dengan harga murah” jelas Akbar.
Kuasa Hukum MUHAMMAD
AKBAR SIREGAR dan HAJI FAISAL AMRI POHAN
dari Kantor Hukum Ranto
Sibarani, SH & Rekan antara lain Ranto Sibarani, Josua Rumahorbo dan
Radinal Panggabean menyebutkan bahwa Dakwaan terhadap klien mereka yaitu Pasal
378 KUHP tidaklah cermat karena Klien mereka tidak menggunakan nama palsu, tidak melakukan tipu muslihat maupun rangkaian kebohongan yang menggerakkan
SUHENDRA untuk menyerahkan uang sebesar Rp. 1.000.000.000,- (Satu Milyar
Rupiah), “SUHENDRA menyerahkan uang tersebut jelas-jelas
didasarkan pada Perjanjian Kesepakatan
Tentang Jual Beli-Tanah Nomor: 01 yang dibuat pada tanggal 15 Agustus 2017
dihadapan Notaris DIAN HENDRINA RISMAULI SITOMPUL, S.H, sehingga sangat berlebihan jika klien
kami didakwa melakukan penipuan, apalagi perjanjian tersebut dibuat di notaris
yang ditunjuk sendiri oleh pihak Suhendra” ujar Ranto Sibarani didampingi
rekannya Josua Rumahorbo, Radinal Panggabean dan Puji Aprilia Marpaung.
Sebagaimana diketahui, Keturunan Marah Halim
Harahap setelah melalui proses hukum yang panjang, telah memiliki kekuatan hukum yang tetap oleh
Pengadilan adalah pemilik sah atas sebidang tanah di Kesawan, Kelurahan Medan
Barat atau di depan JW Marriot, dengan 2 Sertifikat Hak Milik
atau SHM yaitu SHM Nomor 9 seluas 1500 meter persegi, diterbitkan
tanggal 22 September 1976 atas nama Marah Halim Harahap dan SHM Nomor 10 seluas 750 meter persegi, terbit
tanggal 22 September 1976 atas nama Zuraida
Marah Halim.
Kedua sertifikat tersebut kemudian
dikuasai oleh DZ dengan perjanjian akan dikembalikan setelah dilakukan pembayaran
sebagai konsekuensi perjanjian yang mereka perbuat. Namun kemudian ternyata DZ
tidak mengembalikan Kedua sertifikat tersebut meskipun Faisal dan Akbar telah
membayar sejumlah uang dalam bentuk
Cek senilai
Rp 4.225.000.000,- (empat milyar dua ratus
dua puluh lima juta rupiah) kepada DZ, menurut Faisal, DZ pernah menyerahkan Rp 2,5 Milyar namun sudah dikembalikan menjadi senilai Rp 4, 2 Milyar “Padahal DZ telah mencairkan cek tersebut
pada tanggal 9 Agustus 2017, namun dia tidak
mengembalikan Kedua Sertifikat tersebut, sehingga kami curiga ada konspirasi
untuk menjebak kami” ujar Akbar.
Karena DZ tidak mengembalikan kedua
sertifikat tersebut, Akbar dan Faisal diadukan oleh Suhendra dengan tuduhan
melakukan penipuan. “Padahal Suhendra memberikan uang senilai Rp 1.000.000.000
(Satu Milyar Rupiah) bukan karena paksaan kami, itu adalah inisiatif pihak
mereka yang dituangkan dalam perjanjian di depan notaris yang mereka tunjuk,
namun karena DZ tidak mengembalikan kedua sertifikat tersebut, kami dituduh
menipu” ujar Akbar, yang merasa bahwa ada konspirasi kuat yang dibekingi oleh
Oknum tertentu agar mereka dipidana dan akhirnya menjual murah tanah tersebut.
“Kami akan melakukan perlawanan hukum
karena merasa terhina dengan konspirasi tersebut, seolah-olah kami menipu,
padahal membayarkan sebesar Rp 4,2 Milyar kepada DZ saja kami lakukan, tidak
mungkin kami berniat menipu Suhendra hanya karena uang Rp 1 Milyar” Ujar Akbar dan
Faisal.
Komentar