Jangan Sampai Rakyat Dilindas oleh Roda Pembangunan Bernama “Badan Otorita Danau Toba”
Program Pemerintah
dalam membangun Kawasan Danau Toba melalui pembentukan Badan Otorita Danau Toba
(BODT) sudah saatnya direspon oleh masyarakat. Kawasan Danau Toba adalah Pilot project Badan Otorita untuk 10
destinasi prioritas tahun 2016 yang ditetapkan pemerintah. Badan otorita juga
akan dibentuk di sembilan destinasi lain yakni di Tanjung Kelayang, Kepulauan
Seribu, Tanjung Lesung, Borobudur, Bromo Tengger Semeru, Mandalika, Wakatobi,
Labuan Bajo dan Pulau Morotai.
Pembentukan Badan
Otorita tersebut tentulah merupakan akumulasi setelah melihat keterpurukan pembangunan
Kawasan Danau Toba dan pertumbuhan sektor pariwisata yang selama ini terkesan
lamban dan tidak terkoordinasi. Sebagaimana kita ketahui, sebanyak 7 Kabupaten memiliki
kawasan danau toba. Menyatukan persepsi 7 pemerintah di kawasan tersebut
bukanlah hal mudah. Untuk itu, meminjam istilah Mangadar Situmorang, Rektor
Universitas Parahyangan sebagaimana diterbitkan Harian Kompas pada 10 Februari
2016, BODT adalah badan yang akan melakukan koordinasi, akselerasi dan eksekusi
amanat-amanat konstitusi, nawacita dan janji Presiden Joko Widodo.
Lantas yang menjadi
pertanyaan berikutnya, “Dimanakah posisi rakyat dalam era Badan Otorita Danau
Toba?” Sebagaimana kita ketahui, pemerintah telah mengalokasikan anggaran
pembangunan infrastruktur kawasan Danau Toba sebesar Rp 21 Triliun. Rinciannya,
sebesar Rp 10 Triliun bersumber dari APBN dan sisanya dengan menggandeng pihak
swasta untuk ikut dalam membangun destinasi wisata Sumatera Utara. Roda
pembangunan yang sedang berjalan ke kawasan Danau Toba tersebut jangan sampai
menggilas rakyat. Mampukah rakyat menghindar dari kencangnya laju roda
pembangunan tersebut?
Kuatkan Masyarakat Adat
Kawasan Danau Toba
sebagai tujuan wisata tentulah tidak akan menarik jika tidak ada penghuninya.
Masyarakat lokal yang saat ini mendiami kawasan tersebut secara umum di
dominasi oleh masyarakat adat yang dijuluki “Orang Batak” oleh Belanda, karena
sifatnya yang keras. Masyarakat adat ini adalah daya tarik utama selain Danau
Toba yang bersifat statis, tidak bergerak, namun keindahannya sudah sangat
tersohor sampai ke negeri Eropa, jangan
mati sebelum ke Danau Toba, begitu pesan mereka yang pernah kesana.
Menurut pengakuan
salah seorang pelaku pariwisata, paling lama seorang wisatawan menghabiskan
waktu 2 jam untuk memandangi suatu kawasan wisata, setelah itu dia akan
menghabiskan waktunya berhari-hari untuk menikmati seni budaya yang hidup
ditengah-tengah masyarakat yang tinggal di kawasan pariwisata tersebut. Dengan
kata lain, membangun Kawasan Danau Toba dengan
tidak memberikan perananan yang dominan kepada masyarakat adatnya adalah suatu
upaya yang akan sia-sia. Anda bisa membayangkan apa yang terbangun jika suatu
kawasan wisata tidak didukung oleh masyarakat lokalnya, hubungan yang terbangun
antara wisatawan dan masyarakat adalah hubungan yang saling merugikan.
Seorang Teolog
bernama Anthony de Mello pernah bercerita bahwa, konon ada seorang pasien yang
berobat kepada dokter karena menderita demam yang sangat tinggi. Setelah minum
obat yang diberikan dokter tadi, dia tidak juga sembuh. Akhirnya dia kembali
dan berkata kepada si dokter “Tidak bisakah engkau berbuat sesuatu agar aku
sembuh?” si dokter menjawab dengan
tenang, “pulanglah, mandilah dengan air panas, sebelum mengeringkan diri,
berdirilah ditempat aliran angin, telanjang bulat”. Lalu si pasien bertanya “Apakah itu akan
menyembuhkan saya?”. Dokter tersebut menjawab, “Tidak, tapi itu akan membuatmu
sakit radang paru-paru, saya dapat menyembuhkannya”.
Jika cerita
tersebut dikaitkan dengan BODT, jangan sampai era BODT ini nantinya menjadi
penyakit yang dibawa oleh pemerintah dan investor ke kawasan Danau Toba, namun
akhirnya pemerintah sibuk dengan penyakit yang dibuatnya sendiri, sehingga
penyakit yang sesungguhnya tetap tidak sembuh. Jangan sampai nanti pemerintah
lebih sibuk menangani praktek korupsi, kolusi dan penyakit AIDS daripada
membangun masyarakat kawasan Toba yang sesungguhnya.
Masyarakat adat di
Kawasan Danau Toba saat ini menderita karena kawasannya dirusak, sungainya
dikeringkan, pohon kemenyannya ditebangi perusahaan pulp, Danau Tobanya
dicemari dengan ratusan ribu ton pakan ikan keramba apung, dicemari kotoran
ternak babi dan penduduknya masih tertinggal secara ekonomi. Itulah penyakit
yang sesungguhnya, BODT harus mampu “memulihkan” kondisi masyarakat adat
tersebut, menghilangkan penyakitnya.
Untuk itu,
menjadikan peranan masyarakat adat sebagai hal yang sentral dalam pembangunan kawasan Danau Toba adalah hal yang harus
dilakukan. Melibatkan masyarakat adat dalam perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi BODT mutlak diperlukan. Sehingga jika ada pertanyaan dimana posisi
rakyat dalam era Badan Otorita Danau Toba? Jawabannya, posisi rakyat adalah di
atas “roda pembangunan” tersebut. Rakyatlah yang seharusnya menggerakkan roda
pembangunan tersebut, jangan sampai rakyat hanya menjadi komoditas. Rakyat
harus dimampukan dan dibangun kemampuannya dalam menggerakkan seni, budaya,
menjalankan adat istiadatnya, menjaga lingkungan hidupnya dan menjadikan itu
semua sebagai penggerak pembangunan, penggerak ekonomi di Kawasan Danau Toba.
Siapa Yang Menguatkan Posisi Rakyat?
Tujuh Pemerintah
Kabupaten yang memiliki Kawasan Danau Toba memegang peranan penting dalam
menguatkan peranan rakyatnya masing-masing dalam menyongsong era BODT.
Pemerintah Kabupaten harus mampu menangkap program pemerintah yang sedang
membangun dari desa. Pembangunan dari desa yang diikuti dengan anggaran dana
desa yang sangat besar saat ini harus didorong oleh pemerintah lokal untuk
memandirikan masyarakatnya masing-masing.
Menjadikan setiap
desa di kawasan Danau Toba memiliki sesuatu yang diunggulkan adalah suatu
strategi untuk menguatkan posisi rakyat. Pengorganisasian warga desa dalam
sektor-sektor seni, budaya, adat istiadat, produk lokal, pertanian, ekonomi
kreatif, dan keterampilan kerajinan akan mendorong peranan rakyat dalam era
BODT. Mengembangkan setiap desa menjadi desa wisata akan menggerakkan roda
ekonomi secara merata. Menyusun peraturan-peraturan daerah yang mendukung
masyarakat adat adalah sebagian peranan yang bisa dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten dalam rangka menguatkan posisi rakyat. Rakyat juga sudah saatnya
mengedukasi diri dan mengorganisasikan diri, untuk dapat ikut mengawasi
pelaksanaan program BODT tersebut.
Akhirnya, kita
semua bertanggungjawab untuk bersama-sama menguatkan peranan rakyat jangan
sampai terlindas oleh roda pembangunan di Kawasan Danau Toba dengan datangnya
Era BODT. Dengan bersama-sama menegakkan hukum dan mengimplementasikan
peraturan perundang-undangan secara konsisten, maka pemberdayaan rakyat akan
menjadi prioritas, pengrusakan Kawasan Danau Toba sebagai eksploitasi manusia
dapat diminimalisir, dan akhirnya kita tahu dimana posisi rakyat dalam era BODT
tersebut.
Komentar