Membiarkan Tanah HGU bersengketa dengan rakyat adalah bom waktu
Rakyat yang tidak memiliki tanah pasti akan terus mencari cara untuk mendapatkannya. Yang beruntung punya uang, akan membeli tanah yang dekat dengan perkotaan, tempat segala sesuatu bisa dibeli. Yang kurang beruntung tidak punya uang banyak, akan membeli tanah dipinggiran kota yang jauh dari jalan utama, tidak ada fasilitas air bersih dan terkadang harus dekat dengan pembuangan sampah.
Yang tidak punya uang sama sekali akan mencari cara paling mudah dengan tinggal di tanah-tanah yang di klaim milik Perkebunan Negara dengan dalih alas hak HGU atau Hak Guna Usaha. Nah, masalah yang pelik adalah, tanah-tanah yang ber HGU tersebut saat ini sudah dipenuhi oleh rakyat. Tentu saja mereka tidak akan rela jika diusir dari sana, apalagi mereka telah puluhan tahun menetap dan membangun rumah disana secara turun temurun.
Pemerintah sebenarnya sudah pernah berjanji untuk menghitung ulang tanah-tanah ber HGU yang berada dipemukiman untuk dibagikan kepada rakyat, namun semua itu sampai saat ini belum terbukti.
Celakanya, tanah-tanah ber HGU tersebut sudah banyak pula yang memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh BPN, sehingga rakyat semakin bingung dan tidak memiliki kepastian hukum dengan adanya klaim HGU dan ada pula sertifikat hak milik versi BPN.
Jika hal tersebut dibiarkan berlarut-larut, maka tentu saja akan memicu konflik yang semakin tajam kedepannya, apalagi banyak investor (orang banyak uang) yang tertarik untuk memanfaatkan tanah-tanah HGU yang dikuasai oleh rakyat tersebut untuk kepentingannya, misalnya dengan membuat real estate atau perumahan, kebun sawit dan bisnis lainnya. Mereka bahkan tidak jarang melibatkan preman untuk mengusir rakyat dari tanah-tanah berhantu, eh ber HGU tersebut.
Komentar