Penganiayaan Pramita Membuktikan Perbudakan Terhadap Buruh di Kota Medan
![]() |
| Pramita Boru Manalu, Korban Penganiayaan didampingi Liston Pakpahan, Alleru Simanjuntak, Isra Nur Quraini dan Andre Thimothy Tarigan |
Medan - Kuasa Hukum Pramita Manalu, Ranto Sibarani, S.H., M.H. menjelaskan bahwa
Kliennya diduga dianiaya di salah satu Swalayan yang terletak di Jalan Merak,
Kecamatan Medan Sunggal. Ironinya, dugaan penganiayaan ini dilakukan oleh
Manager di Swalayan tersebut “Hal tersebut membuktikan bahwa perbudakan terhadap
buruh masih ada, padahal seharusnya pekerja atau buruh adalah kelas yang harus
dihormati hak-haknya, karena mendukung bisnis dan perekonomian berjalan di
negara ini” ujar Ranto.
“Pada tanggal 10 Oktober 2025, sekitar pukul 15.00 WIB,
Pramita Manalu dipanggil oleh Manager tersebut untuk naik ke Gudang yang berada
di Lantai 2. Lalu, Klien Kami disuruh masuk ke dalam salah satu ruangan.
Kemudian, Manager tersebut ikut masuk dan menutup pintu ruangan itu. Klien Kami
disuruh berdiri dan menadahkan tangannya. Lalu, Manager tersebut meletakkan
sebuah keranjang besar yang berisi banyak gembok di tangan Klien Kami. Pada saat
itu, Klien Kami masih bisa menahannya, tetapi sudah dalam kondisi menangis.
Melihat Klien Kami masih mampu menahan keranjang yang berisi banyak gembok
tersebut, Manager itu menambahkan dua kantong plastik besar yang juga berisikan
beban berat, sehingga Klien Kami terjatuh dan keranjang yang berisi banyak
gembok serta dua kantong plastik berisi beban berat tersebut menimpa Klien Kami,
meninggalkan bekas luka lebam pada tangan dan kakinya, sesudah Klien Kami
terjatuh dan tidak bisa berdiri, Manager tersebut bahkan masih membentak Klien
Kami dan memerintahkannya untuk segera berdiri, sebelum disuruh keluar dari
ruangan tersebut.” Jelas Ranto.
Ranto Sibarani, S.H., M.H. menambahkan
bahwasanya akibat dugaan tindakan penganiayaan yang dialami oleh Kliennya, maka
Kliennya, Pramita Manalu, tidak bisa berdiri selama 2 hari, dan dalam beberapa
hari tidak dapat menjalankan aktivitasnya. “Kami menduga korban penganiayaan ala
perbudakan tidak hanya dialami oleh klien kami, jangan-jangan ada beberapa
korban selama ini namun mereka tidak berani “speak up” atau buka suara”
lanjutnya.
Terkait dugaan tindakan penganiayaan yang dialami oleh Klien Kami,
maka Ranto Sibarani, S.H., M.H. menjelaskan bahwa Kliennya didampingi oleh Liston Pakpahan, S.H.; Rizki Safria, S.H.; Tadeo Lumbansiantar, S.H.; Alleru Simanjuntak, S.H.; Andre Thimothy Tarigan, S.H.; dan Isra Nur Quraini, S.H.sudah membuat Laporan
Polisi di Polrestabes Medan dengan Terlapor berinisial “N”, yang merupakan
Manager di Swalayan, yang terletak di Jalan Merak, Kecamatan Medan Sunggal.
“Klien Kami sudah melaporkan dugaan tindak pidana penganiayaan tersebut dengan
Laporan Polisi Nomor: STTLP/B/3531/X/2025/SPKT/POLRESTABES MEDAN/POLDA SUMATERA
UTARA dan sudah dilakukan visum di Rumah Sakit Pirngadi Medan. Kami berharap,
supaya pihak Polrestabes Medan memberikan kepastian hukm dan menindaklanjuti
laporan Klien Kami tersebut.” Ujar Ranto Sibarani, S.H., M.H.
Dengan tegas Ranto
Sibarani, S.H., M.H. mengingatkan Terlapor bahwasanya tidak satupun hukum di
belahan dunia ini tunduk kepada seseorang karena kekayaannya, dan hubungan
Manager dengan karyawannya adalah saling membutuhkan, sehingga bukan berarti
karena adanya perbedaan hirarki kedudukan, maka penganiayaan menjadi hal yang
lumrah dilakukan oleh seseorang yang memiliki jabatan lebih tinggi kepada
bawahannya. Akhir kata, Ranto Sibarani, S.H., M.H. menyampaikan Le salut du
people est la supreme loi, hukum tertinggi adalah perlindungan masyarakat.

Komentar